Tiada Kasih Seperti yang ada PadaMu

Menjadi sepertiMu itulah yang kurindukan.. hari demi hari kulalui dengan penuh perjuangan maju terus menghadapi segala rintangan yang datang hanya untuk bertemu bersama denganMu dan menikmati HadiratMu...

Jumat, 20 Mei 2011

Pungky, Orang Gila Yang Disembuhkan Tuhan


Pungky, Orang Gila Yang Disembuhkan Tuhan
THURSDAY, 22 APRIL 2010

Ketamakan dan keinginan untuk menjadi lebih kaya, seringkali bisa menjerumuskan seseorang. Hal inilah yang dialami oleh Pungky Yahya, ketamakannya akan kekayaan membuatnya berujung pada penyakit jiwa atau gila. Berawal dengan ketidakpuasan atas penghasilannya, Pungky mencoba peruntungannya di bisnis perjudian.
"Jadi ada beberapa bandar judi dari Medan datang ke Bandung minta tolong sama saya. Karena saya punya hubungan yang kuat di Bandung ini, bos-bos itu minta saya jadi pengelolanya, jadi bagi keuntungan. Berawal dari kecil-kecilan, dari cuma 20 mesin, 50 mesin, 70 mesin sampai ratusan mesin bahkan sampai 1000 mesin," demikian cerita Pungky mengisahkan awal kehancuran hidupnya.
Bagi Pungky saat itu, judi dan narkoba seakan menjadi jantung kehidupannya. Namun bisnis haram tersebut akhirnya mulai tercium oleh aparat kepolisian.
" Saya sudah curiga kalau saya itu mau dijebak. Anak buah saya juga sudah curiga kalau ada oknum kepolisian yang mau menjebak saya. Dari narkoba tidak terbukti, akhirnya lari ke masalah perjudian. Tempat perjudian saya di acak-acak."
Pungky ditangkap di lokasi perjudiannya, namun dia tidak bisa terima atas tindakan polisi tersebut. Saat itu Pungky protes, "Saya ditangkap atas dasar apa?!! Mereka juga tidak bisa menjawab, pokoknya saya ditangkap dan dibawa ke Polwiltabes waktu itu, bersama adik saya dan keluarga saya yang lain."
Pungky harus menelan pil pahit akibat perbuatannya itu, ia harus mendekam di balik jeruji besi. Saat kasusnya diajukan ke pengadilan, Pungky melampiaskan kekesalannya kepada aparat penegak hukum.
" Pada saat itu ketua pengadilan negerinya itu kenal baik sama saya, karena saya sering berurusan sama polisi, sering dihukum sama dia. Sehingga pada saat saya diperhadapkan dalam persidangan, dia itu bilang ‘kamu lagi..kamu lagi..' Lalu saya tanya, ‘Pengadilan ini bagaimana? Saya kok dijerumusin. Kenapa yang lain ngga ditangkap? Kuncinya, kenapa saya yang dikorbanin? Kalau mau dikorbanin, ok.. tapi yang lain harus ditangkap.  Saya siap dengan hukuman seumur hidup juga. Liat saja sidang berikutnya nanti. Kalau sampai saingan saya diluar tidak ditangkap, saya akan bikin ulah.' Dia menjawab, ‘oo...berani kamu?' Saya jawab, ‘Berani!'  Minggu depannya saya buktikan, waktu sidang itu saya marah-marah. Saya ambil kursi, saya bantingin ke meja sidang. Saya ambil pembatas sidang, saya patahin, saya ancurin, baloknya saya lemparin ke muka hakim, ke jaksa... Pokoknya hari itu jadi heboh, dan ruang sidang itu hancur. Saya diringkus dan dijebloskan ke penjara. Dan perkaranya bertambah, perkaranya jadi perusakan barang-barang peradilan dan penghinaan peradilan. Karena itu saya berpikir sudah sudah berakhir kehidupan saya. Ujung-ujungnya pasti hukuman  mati atau hukuman penjara seumur hidup. Saya sudah putus pengharapan, benar-benar sudah tidak ada jalan keluar untuk hidup saya."
Saat hukuman dijatuhkan dan Pungky harus menjalani hari-harinya dipenjara, hatinya dipenuhi dendam terhadap para saingannya.
"Benar-benar saya ingin balas dendam. Saya iangin bunuh semua orang itu. Bahkan sewaktu dipenjara, saya tulis nama-nama orang yang akan jadi target operasi saya. Saya tulis dan berkata kalau saya pulang nanti saya akan buat perhitungan."
Namun masalah Pungky bukan hanya dendam dan sakit hati yang dia rasakan. Di penjara yang sempit dan pengap itu, kekuatiran dan ketakutan juga menghantui hidup Pungky.
"Saya benar-benar stress berat. Teman-teman saya ninggalin, keluarga juga harus tetap dibiayai, tapi saya juga tidak tahu harus gimana. Hutang saya juga dimana-mana dan banyak. Selain itu keluarga sepertinya kecewa, sehingga mereka seperti tidak mau mengakui dan tidak mendukung keberadaan saya. Saya jadi seperti merasa kesepian. Dengan problem begitu banyak, saya rasanya tidak sanggup menghadapinya. Saya tidak sanggup lagi secara manusia, lebih baik mati."
Hidup tidak lagi menjadi tujuan bagi Pungky, harapannya yang hampa membuatnya lebih memilih jalan menuju maut.
"Saya sering minum pil, pernah minum pil epilepsi yang jumlahnya ratusan, saya ingin menghilangkan rasa sakit dan ingin bunuh diri. Tapi saya lolos juga, saya tidak sampai mati."
Menyadari bahwa pil-pil itu tidak membunuhnya, Pungky mencoba jalan lain untuk mengakhiri hidupnya.
"Berulang-ulang minum saya minum racun, ingin mati. Tapi sepertinya Tuhan tidak ijinkan. Jadi saya malu sendiri. Saya juga bingung, saya ini punya kekebalan apa, kok saya tidak mati-mati? Pada saat itu yang saya pikirkan ini hidup saya dipenjara, inilah pilihan saya, tidak mungkin saya bisa keluar dari penjara."
Sungguh keadaan itu menjadikan membuat jiwa dan raga Pungky tersiksa. Narkoba pun akhirnya menjadi jawaban atas kegalauan hatinya, yang berlahan-lahan melumpuhkan akal sehatnya.
"Karena saya itu konsumsi narkoba cukup banyak, kalau orang lain make ekstasi satu, saya bisa dua belas, bisa dua puluh. Hal itu mernyebabkan saya mengalami halusinasi dan paranoid. Jadi saya tidak bisa bergaul dengan orang. Karena saya liat lampu seperti liat polisi. Liat pintu seperti seperti liat orang yang mau pukul saya. Sehingga saya itu banyak ngomong sendiri, saya nangis sendiri, kadang tertawa sendiri. Jadi orang menganggap saya sudah gila."
Kondisi Pungky semakin tidak stabil, terkadang Pungky pun berperilaku abnormal.
"Kondisi saya waktu ngga normal itu sering aneh-aneh. Makan rumput, makan tanah, minum air selokan. Kadang-kadang kotoran-kotoran saya kumpulin saya makan. Pada saat itu saya bingung, saya ngga ngerti. Tapi waktu ada yang memberi tahu saya, saya baru sadar, dan bertanya ‘kenapa begitu?' Hal itu membuat saya menyadari bahwa saya tidak normal, tidak normalnya 90% dan normalnya hanya 10%. Pada saat itu saya tidak punya pengharapan lagi untuk bisa hidup normal, sehingga saya jalani saja kehidupan penjara begitu saja."
Berkat bantuan temannya, Pungky pun dibebaskan dari penjara. Dalam kondisi belum pulih benar, Pungky kembali terperosok dalam dunia narkoba.
"Pada saat keluar penjara, saya bukannya tambah baik, saya tambah gila. Saya gabung lagi dengan anak-anak narkoba, saya pake lagi. Akhirnya saya terjerumus lagi makin dalem, saya makin kongslet."
Kondisi mental Pungky semakin memburuk, ulahnya membuat para tetangganya sering ketakutan.
"Kalau saya stress, sebenarnya tetangga tidak mencela atau menghina saya, tapi saya merasa mereka menghina saya. Saya keluar marah-marah sambil bawa parang. Pos hansip itu saya obrak-abrik, setiap rumah saya gedor-gedor. Sehingga pada waktu itu di lingkungan rumah mama saya ketakutan. RT, RW, lurah, camat, dan hansip ketakutan, ada orang gila dari mana. Sampai berapa kali saya juga di grebek sama polisi, tapi mereka juga maklum, mereka bilang, ‘Ini mah China gelo. Udah aja.. biarin aja..'"
Sungguh tragis nasib Pungky, saat raganya mengalami kebebasan. Namun jiwanya terperangkap dalam kegelapan.
"Saya keluar dari penjara seperti orang yang hidup sendirian. Ngga ada yang peduli dengan saya, mereka jijik bergaul dengan saya. Keluarga juga stress dengan keadaan saya, mereka juga malu dengan keadaan saya. Bagi mereka tidak mungkin saya bisa sembuh. Ngga mungkin saya bisa bertobat dan pulih, hal itu mungkin ngga pernah terpikirkan sama mereka."
Saat tidak ada lagi yang memperhatikan keberadaan Pungky, narkoba terus merusak kehidupannya. Namun tiba-tiba seorang teman datang, dan membawa Pungky keluar dari tempat itu.
"Saya lagi nyabu dan waktu itu tiba-tiba Aan datang dan ngajak saya ke Tasik, untuk diobatain. Saya mau aja ngikutin dia. Akhirnya Aan mengajak saya ke gereja, dan disana saya didoakan. Disana saya merasakan di jamah Tuhan. Saat itu saya baru mengerti, saya itu butuh Tuhan. ‘Carilah Tuhan, maka kamu akan hidup,' demikian katanya. Saya merasa kalau saya itu diujung kematian, mulai saya tertarik untuk mempelajari siapa itu Yesus. Kalau lagi normal, saya itu semangat sekali. Saya merasakan benar-benar sukacita. Namun semua itu belum tuntas, prosesnya itu butuh waktu."
Walau tingkat kesadarannya masih mengalami pasang surut, namun dari dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Pungky menginginkan suatu perubahan terjadi dalam hidupnya.
"Beberapa bulan kemudian, saya mulai normal lagi. Saya merasa, aduh hidup saya kalau terus-terusan seperti ini, kayanya tidak ada artinya. Saya pulang kerumah, saya minta maaf sama mama saya, saya minta maaf sama kakak saya, saya minta maaf sama adik-adik saya. Mulai saat itu saya merasakan sesuatu yang aneh, lihat gambar Yesus saya nangis. Foto Yesus saya peluk, saya nangis. Saya dikamar nangis minta ampun, saya minta Tuhan bisa ampunin saya, karena saya merasa dosa saya banyak. Saya banyak menyendiri, dengerin kaset. Adik saya kasih buku rohani buat saya baca. Saya denger pujian sepanjang hari, nangis minta ampun sama Tuhan. Saya ingin keluar dari kehidupan seperti itu . Tuhan lihat hati saya, lihat kerinduan saya yang benar-benar mencari wajahnya, sehingga waktu itu dari tahun ke tahun saya dipulihkan dengan luar biasa." 
Dalam keadaan yang belum pulih total, Pungky mengikuti suatu pelajaran di sebuah institusi. Dan di tempat itulah Pungky mengalami suatu mukjizat.
"Seperti ada aliran yang menjamah pikiran saya. Dari yang sebelumnya beku, saya jadi normal. Saya langsung makin semangat, saya menggebu-gebu dan yakin kalau saya sudah diampuni dosanya. Saya dipulihkan."
Mengingat semua hal yang pernah terjadi dalam hidupnya, Pungky sangat mengucap syukur.
"Saya benar-benar sangat mengucap syukur dan berterima kasih pada Tuhan Yesus yang telah mengampuni saya, yang mengasihi saya, yang mempersiapkan hidup yang baik, hidup yang berkenan, sehingga saya bisa menjadi saksi, saya bisa jadi alat, saya bisa membawa banyak orang datang kepada Tuhan lewat kesaksian hidup saya yang begitu buruk."
Berkat kuasa Tuhan yang begitu ajaib, Pungky bisa hidup dengan normal. Dan Pungky telah membuat sebuah keputusan penting dalam hidupnya.
" Kalau dulu saya jadi ujung tombak iblis, sekarang saya adalah ciptaan baru, saya ingin jadi ujung tombak dari Tuhan Yesus. Kurang lebih saya ingin balas dendam, kalau dulu saya meracuni generasi dengan narkoba dan judi, hari ini setelah saya ditebus Tuhan, saya ingin buat mereka kembali ke jalan Tuhan. Kalau saya dipanggil Tuhan dan diampuninya. Saya percaya semua orang di dunia ini juga butuh Tuhan Yesus."
Hari ini Pungky Yahya menjadi salah seorang pendiri panti rehabilitasi Pondok Anugrah, tempat menampung para penderita gangguan jiwa. Ditempat itu banyak terjadi banyak mukjizat, dimana orang-orang yang berlatar belakang sama sepertinya disembuhkan.
(kisah ini ditayangkan 8 April 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel)
Sumber Kesaksian:
Pungky Yahya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar